Diujung jalan menuju patok perbatasan Indonesia-Malaysia, (Long Midang-Sarawak), Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, dijumpai sebuah rumah kayu tidak terlalu besar, serta perempuan paruh baya yang sedang menjemur hasil panen garam di halaman depan. Hasil panen garam dihamparkan di atas terpal, sesekali diuraikan dengan alat menyerupai garpu besar agar garam tidak menggumpal dan agar garam terjemur rata. Saat itu, garam dijemur di bawah sinar matahari dengan kuantitas yang tidak terlalu banyak, mungkin hanya sekitar 2-3 terpal yang digelar untuk menjemur hasil panen garam tersebut.
Jika melihat topografi daerah tempat garam ini dihasilkan, yaitu di Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara, terletak di wilayah dataran tinggi dikelilingi oleh pegunungan dari ketinggian 900 m di atas permukaan air laut. Lalu, bagaimana garam tersebut dihasilkan? Ternyata, terdapat sumur air garam dengan kedalaman 4-6 meter yang sudah ada sejak jaman nenek moyang. Sumur garam ini tersebar di beberapa lokasi sekitar Krayan, diantaranya Desa Long Midang, Desa Long Api, Desa Tanjung Karya, Desa Terang Baru, Desa Long Umung, Desa Pa’ Kebuan, Desa Long Puak, Desa Pa’ Betung, dan Desa Kampung Baru. Konon, dahulu sumur garam ini ditemukan oleh Masyarakat Adat Lundayeh Krayan sebagai areal sumber air minum bagi para hewan. Sumur-sumur garam ini telah lama dikelola bersama oleh Masyarakat Adat Lundayeh Krayan secara turun temurun. Pengelolaan sumur garam diberikan secara bergantian kepada keluarga yang memang memiliki kesanggupan untuk memproduksi garam—mencari/mengambil persediaan kayu bakar misalnya.
Gambar: Sumur Garam
Berbicara soal pengelolaan, Masyarakat Adat Lundayeh Krayan melalui pengetahuan tradisionalnya dan dengan teknologi sederhana mampu memproses air sumur garam tersebut menjadi kristal garam. Berbeda dengan proses pembuatan garam laut, Masyarakat Adat Lundayeh Krayan menggunakan metode penguapan sederhana melalui pemanasan tungku kayu bakar. Pertama, air garam diambil dari sumur, lalu dipindahkan ke wadah untuk diendapkan selama 10-15 menit, proses pengambilan air garam pun dilakukan dengan cara konvensional seperti menimba air. Kedua, air garam yang telah diendapkan dipindahkan ke wadah kotak besar yang sudah dibelah menjadi tiga bagian, untuk selanjutnya dilakukan pemanasan menggunakan tungku kayu bakar. Proses pemanasan air garam dilakukan selama 12-24 jam tergantung dari berapa banyak garam yang akan diproduksi. Waktu pemanasan yang lama akan mengubah wujud air garam menjadi garam karena terjadi proses kristalisasi saat penguapan. Setelah itu, garam yang telah mengkristal dilanjutkan ke proses penjemuran selama 30-60 menit. Garam dijemur di atas terpal dengan memanfaatkan sinar matahari.
Ketika seluruh proses di atas telah selesai, tahapan terakhir adalah pengemasan garam. Garam hanya dikemas dengan plastik biasa, tanpa label produk. Lalu, garam dijual dan dipasarkan ke daerah setempat dan ke negara tetangga Malaysia. Garam dijual seharga Rp. 50.000;-/kilogram—produksi garam per-hari dapat mencapai 20 kilogram/hari tergantung kondisi air garam yang tersedia di hari itu. Meskipun air sumur garam di Krayan selalu muncul persediaannya dan tidak pernah habis, terkadang kuantitasnya dipengaruhi oleh musim, dimana ketika musim penghujan tiba, air hujan bisa bercampur dengan air yang berada di sumur garam, sehingga mengurangi kandungan garam itu sendiri.