Masyarakat Adat Ngata Toro, Menyimpan Kisah Sejarah dan Harmoni Alam

Blog Image  

 Admin    06-12-2024    00:00 WIB  

Di tengah hamparan hijau perbukitan Sulawesi Tengah, ada sebuah desa adat bernama Ngata Toro yang menyimpan kisah panjang tentang perjuangan, kebijaksanaan, dan harmoni. Masyarakat adat Toro bukan hanya penduduk biasa; mereka adalah penjaga tradisi, pelestari alam, dan pilar kebudayaan yang telah bertahan sejak ratusan tahun lalu.

 

Sejarah masyarakat adat Toro berawal dari Ngata Malino, sekitar 36 km dari tempat mereka berada sekarang. Dulu, orang Malino hidup sederhana sebagai petani, pemburu, dan pendulang emas. Namun, sebuah konflik besar memaksa mereka meninggalkan kampung halaman. Konflik ini dipicu oleh gasing emas milik anak kepala suku Toala atau orang Bunian yang diambil oleh orang Malino. Serangan balasan dari suku Bunian memaksa mereka mengungsi. Dalam perjalanan panjang penuh tantangan, mereka akhirnya tiba di Toro. Nama "Toro" sendiri berarti "sisa," melambangkan tekad mereka bertahan dari ancaman kepunahan.

 

Wilayah dan Keindahan Ngata Toro Berpadu dengan Kehidupan Sehari-Hari yang Harmonis

Ngata Toro berada di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, dan dikelilingi lanskap alam yang memukau. Dari 23.860 hektare wilayahnya, 80% berupa pegunungan, sementara sisanya adalah dataran subur yang dialiri sungai-sungai besar. Nama-nama sungainya seperti Ue Sopa dan Ue Biro menjadi saksi kehidupan masyarakat adat yang mengandalkan alam sebagai sumber penghidupan. Dengan udara sejuk khas dataran tinggi dan suhu berkisar 17–30°C, Ngata Toro menawarkan suasana damai dan asri. Alam di sini bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga bagian penting dari identitas masyarakat adat Toro.

 

Aktivitas ekonomi masyarakat adat Toro berbasis agraris, dengan kegiatan utama bertani dan berkebun. Mereka mengelola sawah, kebun kopi, kakao, serta hasil pertanian lain seperti palawija. Selain itu, masyarakat juga mengembangkan usaha perikanan air tawar dan peternakan. Beberapa penduduk bekerja sebagai tukang kayu, pedagang kecil, guru, dan tenaga medis. Uniknya, kehidupan masyarakat adat Toro tidak hanya sekadar mencari nafkah, tetapi juga menjaga keseimbangan dengan alam. Mereka percaya bahwa alam adalah bagian dari kehidupan, sehingga pengelolaannya harus bijaksana dan berkelanjutan. Keberadaan sumber daya alam yang melimpah seperti kayu, rotan, damar, gaharu, dan emas menjadi aset ekonomi penting. Selain itu, keberadaan flora dan fauna khas, seperti burung maleo, anoa, dan babi rusa, menambah keunikan ekologis wilayah ini.

.

Kearifan Lokal yang Menginspirasi

Ngata Toro adalah lebih dari sekadar tempat tinggal. Desa ini adalah pusat kebudayaan yang berporos pada filosofi Taluhi Katuwua atau Tungku Kehidupan, yang mencakup tiga nilai utama:

  1. Hintuwu: Solidaritas dan kebersamaan antar manusia.

  2. Katuwua: Harmoni antara manusia dan alam.

  3. Pekahowia: Hubungan spiritual dengan Sang Pencipta yang diekspresikan lewat ibadah dan ritual adat.

Ketiga nilai ini menjadi dasar hukum adat yang menjaga harmoni sosial dan ekologis di Ngata Toro. Hingga saat ini, masyarakat adat Toro tetap menjaga kearifan lokal ini sebagai panduan hidup sekaligus identitas budaya mereka. 

 

Ngata Toro adalah contoh nyata dari masyarakat adat yang mampu menjaga nilai-nilai tradisional sambil beradaptasi dengan perubahan zaman. Sejarahnya yang panjang, potensi geografis yang kaya, serta pranata sosial-budaya yang kuat menjadikan Ngata Toro salah satu aset penting dalam pelestarian tradisi dan keberlanjutan ekologi di Indonesia. Melalui semangat gotong royong dan penghormatan terhadap alam, masyarakat adat Toro terus membuktikan bahwa harmoni antara manusia dan lingkungan bukan sekadar mimpi, melainkan kenyataan yang bisa dicapai.