Menindaklanjuti upaya penanganan krisis keanekaragaman hayati dan krisis iklim yang telah dirancang oleh para negara anggota Convention on Biological Diversity (termasuk Indonesia) yang tertuang dalam Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF) maka Sekretariat Working Group ICCAs Indonesia (WGII) menggelar talkshow yang bertema “Menagih Janji Masa Depan Konservasi yang Inklusif dan Berkeadilan di Indonesia”. Dalam talkshow tersebut, terdapat 2 agenda penting yang akan dibahas pertama, penyusunan Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) sebagai instrumen utama yang dimandatkan CBD dalam mengimplementasikan hasil KM-GBF, dan kedua, adalah RUU Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) yang saat ini masih dalam proses legislasi di parlemen.
Cindy Julianty, Manager Program WGII memaparkan, "tujuan digelarnya acara ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada publik mengenai kondisi keanekaragaman hayati, penyelenggaraan konservasi saat ini, dan bagian-bagian penting dalam Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework; Mendiskusikan arah kebijakan nasional yang mendukung konservasi yang inklusif dan berkeadilan, terutama pasca COP-15; Menjadi ajang sosialisasi agenda dan perkembangan penyusunan Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) dan RUU Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) kepada publik; Mendengarkan aspirasi langsung dari Komunitas Adat dan Lokal (pemangku ICCAs) untuk masa depan penyelenggaraan konservasi di Indonesia; Menemukan solusi dan rekomendasi terhadap upaya yang sedang dilakukan para pihak untuk mewujudkan masa depan konservasi yang inklusif dan berkeadilan."
Kegiatan ini dilakukan secara daring dan luring di ruang rapat hotel AONE, Jakarta, Senin (12/06). Acara dihadiri oleh berbagai unsur seperti perwakilan aparatur pemerintah, perwakilan komunitas adat, perwakilan organisasi masyarakat sipil, mitra, serta akademisi. Dalam proses diskusi, Ketua FoMMA (Forum Musyawarah Masyarakat Adat Kayan Mentarang Malinau), Dr. Dolvina Damus sebagai perwakilan Komunitas Adat dan Lokal menyampaikan aspirasinya terkait masa depan penyelenggaraan konservasi di Indonesia. Berkaca dari kasus konservasi yang berada di kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang, Beliau mendorong pemerintah untuk menempatkan masyarakat adat pada posisi setara sebagai mitra yang dilibatkan dalam proses konservasi.
“Kalau konservasi diartikan sebagai menjaga, melindungi. Maka kami (masyarakat adat)lah pelakunya” tegas Dr. Dolvina Damus. Hal ini berkaitan dengan istilah konservasi yang artinya menjaga dan melindungi, maka menurut beliau yang sebenarnya menjadi penjaga dan pelindung hutan atau kekayaan hayati adalah masyarakat adat. Kegiatan ini diakhiri dengan menyusun rencana diskusi terkait pembentukan wadah aspirasi para pemangku ICCAs yang akan dilaksanakan pada hari berikutnya.