BRWA Rilis Status Pengakuan Wilayah Adat di Indonesia Pada Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara 2024

 Admin    19-03-2024    00:00 WIB  

Blog Image

Selasa, 19 Maret 2024, Peringatan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara 2024 mengusung tema "Perkuat Kampung dan Solidaritas, Teguhkan Resiliensi Masyarakat Adat Nusantara”.  Tema ini menunjukkan upaya untuk memperkuat daya tahan ruang hidup masyarakat adat di Indonesia, serta menggalang solidaritas di antara mereka untuk menghadapi tantangan, menjaga keberlangsungan budaya dan keberadaan mereka.  Kampung dalam konteks ini bukan hanya sekadar sebuah wilayah geografis, tetapi juga melambangkan ruang masyarakat adat yang memiliki sejarah asal usul, menjalani kehidupan sosial yang terus dinamis serta interaksi dengan alam yang menjadi sumber kehidupan masyarakat adat.

 

Pada masa transisi pemerintahan di Indonesia saat ini, kondisi kampung-kampung masyarakat adat terus mengalami tekanan investasi berbasis lahan.  Catatan Akhir Tahun AMAN 2023, perampasan wilayah adat mencapai 2,5 juta hektar yang disertai dengan kriminalisasi dan kekerasan terhadap masyarakat adat. Sementara perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat belum ada peningkatan yang signifikan.

 

Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Kasmita Widodo menyampaikan pada Maret 2024 ini BRWA telah meregistrasi 1.425 Wilayah Adat seluas 28,2 juta hektar di Indonesia. Luas total wilayah adat yang ditetapkan pengakuannya oleh pemerintah daerah mencapai 240 wilayah adat dengan luas mencapai 3,9 juta hektar.  Luasan tersebut hanya 13,8 persen dari total wilayah adat teregistrasi di BRWA. Rendahnya capaian pengakuan wilayah adat oleh pemerintah daerah karena belum adanya program dan dana memadai yang disediakan oleh pemerintah.

 

 

Unduh BRWA UPDATE: Status Pengakuan Wilayah Adat


 

Seiring dengan hal tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga memiliki pekerjaan rumah yang besar dalam menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35 dalam pengakuan hutan adat. Sampai saat ini, KLHK baru menetapkan 244.195 hektar di 131 wilayah adat.  Padahal potensi hutan adat dari peta wilayah adat teregistasi di BRWA mencapai 22,8 juta hektar.

 

Belum adanya Undang-Undang tentang Masyarakat Adat (UUMA) menyebabkan urusan pengakuan masyarakat adat dijalankan mengikuti peraturan perundangan sektoral.  Akibatnya tidak ada kelembagaan dan progam di tingkat nasional yang dapat menggerakkan seluruh proses perlindungan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat di Indonesia.  Oleh karena itu, “AMAN menggugat Presiden dan DPR RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena 15 Tahun Tak Kunjung Sahkan RUU Masyarakat Adat”, kata Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi.

 

Ancaman terhadap masyarakat adat dan wilayah adat berpotensi masih terus berlangsung di masa transisi pemerintahan maupun pada masa pemerintahan mendatang.  Ketiadaan UU Masyarakat Adat, masifnya investasi, dan implementasi Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah menjadi kombinasi yang sempurna terhadap perampasan wilayah adat serta penyingkiran masyarakat adat atas ruang hidupnya. 

 

“Momentum Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara ini hendaknya pemerintah dan DPR untuk sungguh-sungguh menjalankan amanat konstitusi UUD 45 dalam melindungi dan mengakui masyarakat adat dan wilayah adatnya.  Segera membahas dan mengesahkan UU Masyarakat Adat.” pungkas Rukka Sombolinggi.

     

“Kerumitan yang dialami masyarakat adat dalam menghadapi kondisi politik kebijakan daerah dan birokasi pengakuan wilayah adat, hak-hak atas tanah, hutan serta wilayah pesisir laut perlu segera dihentikan.  Pemerintah pusat dan daerah perlu segera melakukan terobosan dan kemudahan bagi masyarakat adat melakukan pengakuan hak-hak masyarakat adat” tegas Kasmita Widodo.