Filipina - Pertemuan ICCA Consorium Southeast Asia ke 5 (The 5th Regional Assembly) dilangsungkan di Subic-Philippines (8/03/2024). Tahun ini merupakan kali kelima ICCA Consortium Southeast Asia (SEA) menyelenggarakan Regional Assembly di Asia Tenggara. Kegiatan ini menjadi momentum pertemuan antar anggota Konsorsium ICCA SEA yang penting untuk memperkuat solidaritas, melaporkan perkembangan kerja dan situasi terkini, saling belajar, dan peningkatan kapasitas anggota.
“Saat ini, ICCA Consortium Southeast Asia telah memiliki dua puluh organisasi anggota, dimana 45% di antaranya adalah organisasi Masyarakat Adat”. Ungkap Paul Sein Twa, Presiden Regional Council ICCA Consortium Asia Tenggara. Ia berharap melalui partisipasi lebih dari 60 peserta, pertemuan anggota ini dapat membawa pesan kuat untuk memberikan lebih banyak ruang bagi masyarakat adat dan komunitas lokal untuk menjadi bagian dari Konsorsium ICCA Asia Tenggara di masa depan. Terlebih, ICCA Consortium Southeast Asia dinilai memiliki komitmen yang kuat dalam memperluas dan memperkuat kerja-kerja ICCA. Paul menyampaikan bahwa 70% pembiayaan ICCA Consortium Southeast Asia pada tahun 2023 tercatat berasal dari pembiayaan mandiri dan terpisah dari ICCA Consortium Global.
Usai laporan Presiden, disampaikan pula laporan kerja tematik terkait advokasi ICCA. Cindy Julianty dari Working Group ICCAs Indonesia yang juga merupakan koordinator Advokasi ICCA Consortium SEA menyampaikan bahwa, “Tahun 2023 merupakan tahun yang cukup sibuk bagi kami. Kami cukup aktif melakukan kegiatan berbagi pembelajaran melalui webinar dan peningkatan kapasitas, dan kami juga terlibat dalam beberapa proses negosiasi perjanjian internasional seperti CBD termasuk SBSTTA-25, Article 8j, Equitable Partnership Target 3, serta negosiasi iklim UNFCCC, melalui keterlibatan kami dalam SB58 dan COP-28. Kami memaknai kehadiran kami dalam proses-proses tersebut sebagai upaya mendorong pengakuan ICCA, serta bagian dari peningkatan kapasitas kami terkait advokasi dan perjanjian internasional yang berdampak pada ICCA- Territories of Life”
Sementara itu, Gordon Jon Thomas dari PACOS Trust yang ditunjuk untuk memimpin tematik defending ICCA menambahkan “Strategi yang kami terapkan dalam memperkuat advokasi ICCA ke depan juga melalui peningkatan kapasitas dan pendekatan lintas isu, sehingga kami juga mencoba melihat peluang dalam kebijakan internasional dan regional lainnya di Asia Tenggara, misalnya melalui isu-isu Keanekaragaman hayati, iklim, bisnis dan hak asasi manusia, sertifikasi (RSPO), Environmental Human Rights Defenders dan lain-lain. Tahun ini (2024) kami juga akan melanjutkan kolaborasi untuk melakukan advokasi kolektif dengan aliansi lain seperti AIPP, Women4Biodiversity, CSO Forum , International Land Coalition, Rights and Resources dan Asean Center for Biodiversity (ACB)”.
Kerja tematik tersebut adalah bagian dari misi dan rencana strategi ICCA Consortium Southeast Asia, sebagaimana disampaikan oleh Amy Maling selaku Koordinator Regional. Dalam pertemuan tersebut, ia memaparkan Strategi lima tahun untuk ICCA Asia Tenggara (2022-2027). “Kita harus mengingat visi dan pekerjaan rumah kita bersama. Hal ini berarti ICCA di Asia Tenggara secara tepat dan sepenuhnya diakui dan diperkuat oleh komunitas pemelihara dalam upaya mereka untuk menentukan nasib sendiri dan memastikan keberlangsungan wilayah kehidupan,” ucapnya.
Lebih lanjut ia menginformasikan bahwa ICCA Consortium Southeast Asia masih bekerja untuk merampungkan dan menajamkan action plan tahun ini (2024), “kita semua sudah memiliki referensi (re: strategic plan global and strategic plan of southeast asia) yang tentu akan menjadi pegangan kita untuk berdiskusi lebih lanjut. Tapi prioritas kita jelas. kita akan meneruskan kerja-kerja kolektif untuk advokasi, berbagi pembelajaran, memperkuat regionalisasi melalui sekretariat, regional council dan members, mengupayakan dukungan pembiayaan yang cukup bagi mobilisasi kerja dan membership, dan memperkuat solidaritas”
Gam