WGII bersama ICCA Consortium hadiri pertemuan SBSTTA-26 dan SBI-4 dari Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity-CBD) di Nairobi, Kenya pada Mei 2024

 Admin    18-05-2024    00:00 WIB  

Blog Image

Nairobi, 18 Mei 2024, Sekretariat Convention on Biological Diversity (CBD) menyelenggarakan pertemuan ke-26 dari SBSTTA (Subsidiary Body on Scientific, Technical and Technological Advice) yang diselenggarakan pada tanggal 13-18 May 2024 dan pertemuan ke-4 dari SBI (Subsidiary Body on Implementation) yang diselenggarakan pada 21- 29 May 2024. 

 

SBSTTA sendiri merupakan Badan yang didirikan berdasarkan Pasal 25 Konvensi Keanekaragaman Hayati, Pasal 27 Protokol Nagoya  tentang Akses dan Pembagian Manfaat dari Penggunaan Sumberdaya Genetik dan  Pasal 30 Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati. SBSTTA menjadi mekanisme untuk menegosiasikan berbagai dokumen yang akan ditetapkan dalam COP (Conference of the Parties) yang berkaitan dengan aspek teknis maupun ilmiah dari implementasi konvensi, dan dalam konteks saat ini yakni komitmen Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF). Adapun beberapa item negosiasi penting yang menjadi fokus WGII pada pertemuan SBSTTA antara lain adalah:

 

  • Item 3: Kerangka Monitoring dari  Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework.

  • Item 4: Dukungan teknis dan ilmiah untuk implementasi Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework

  • Item 5: Tentang Keanekaragaman hayati di wilayah pesisir dan laut:

    • Pekerjaan lebih lanjut mengenai kawasan laut yang penting secara ekologis atau biologis;

    • Konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati laut dan pesisir secara berkelanjutan.

 


Suasana side event pada pertemuan SBSTTA-26, doc: Cindy Julianty


 

WGII menilai pentingnya memastikan adanya headline indicator (indikator utama) pada beberapa target diantaranya seperti target 14, 16, 22 dan 23 dari dokumen monitoring framework, serta dis-agregasi yang inklusif dan adil pada masing masing indikator terutama oleh masyarakat adat, komunitas lokal, perempuan dan kelompok pemuda. Pada dokumen Conference Room Paper (CRP) CBD/SBSTTA/26/L.10 headline indicator pada target 14,16,22 dan 23 telah dimasukkan, dan target 22 sendiri telah memasukan indikator  “Land-use change and land tenure in the traditional territories of Indigenous Peoples and local communities” yang sangat relevan dalam konteks pengakuan ICCA maupun wilayah adat meskipun saat ini masih dalam kondisi ter-bracket dan lebih lanjut akan diputuskan dalam COP-16.

 

Disisi lain, untuk item 5 terkait Keanekaragaman hayati di wilayah pesisir dan laut, dokumen CRP CBD/SBSTTA/26/L.9 memberikan penekanan mengenai pentingnya sinergitas perjanjian internasional yang akan berkaitan dengan isu keanekaragaman hayati diwilayah pesisir dan laut seperti United Nations Convention on the Law of the Sea maupun United Nation on Declaration of the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP), Sustainable Goals, dan lainnya. Praktik konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan di wilayah pesisir dan laut juga harus mempertimbangkan pelibatan masyarakat adat dan komunitas lokal, termasuk mengakui pengetahuan tradisional, dan perbedaan nilai dalam memandang keanekaragaman hayati.

 

Lebih lanjut dapat dipelajari pada link berikut : https://www.cbd.int/conferences/nairobi-2024/sbstta-26/documents

 


Delegasi ICCA Consortium dalam pertemuan SBSTTA-26 dan SBI-4


 

Selanjutnya, Subsidiary Body on Implementation (SBI) merupakan badan pendukung yang dibentuk pada saat COP di tahun 2014 berdasarkan keputusan COP XII/26. SBI menggantikan Ad Hoc Open Ended Working Group on Review of the Implementation of the Convention. Empat fungsi dan bidang kerja inti SBI terdiri dari:

  • peninjauan kemajuan implementasi CBD;

  • memastikan aksi strategis untuk meningkatkan implementasi oleh negara anggota ; 

  • penguatan sarana implementasi; dan

  • pelaksanaan konvensi dan Protokol.

 

Adapun beberapa item negosiasi SBI-4 yang menjadi fokus WGII antara lain adalah:

  1. Item 2: Me-review implementasi : update perkembangan penyusunan target nasional dan dokumen National Biodiversity Strategy and Action Plan (NBSAP);

  2. Item 3: Mekanisme perencanaan, monitoring, pelaporan dan peninjauan NBSAP;

  3. Item 4: Mobilisasi sumberdaya dan mekanisme pendanaan;

  4. Item 5: peningkatan dan pengembangan kapasitas, kerjasama teknis dan ilmiah, mekanisme balai kliring dan pengelolaan pengetahuan dibawah protokol nagoya.

 

Lebih lanjut dapat dipelajari pada link berikut : https://www.cbd.int/conferences/nairobi-2024/sbi-04/documents

 

WGII menyampaikan kertas rekomendasi pada delegasi Republik Indonesia yang diwakili oleh beberapa kementerian dan lembaga, diantaranya BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Bappenas (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasiona), serta KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). Adapun beberapa rekomendasi WGII lebih menekankan kepada konteks penyusunan IBSAP dan hubungannya dengan beberapa item agenda yang disebutkan diatas. 

 

Secara praksis adapun beberapa poin yang dapat dipertimbangkan oleh Pemerintah dalam penyusunan dan implementasi IBSAP berdasarkan beberapa item kunci dalam pertemuan Subsidiary Body on Implementation ke-4 (SBI-4) antara lain:

 

1. Memastikan implementasi IBSAP dan KM GBF yang berbasis pada pendekatan Whole Society dan Whole Government Approach serta pendekatan berbasis hak asasi manusia, mengakui kontribusi Masyarakat Adat dan komuniats lokal, serta perbedaan nilai dalam perlindungan dan pemanfaatan keberlanjutan dari keanekaragaman hayati sebagaimana dimandatkan dalam Section C dari dokumen KM-GBF dengan cara:

 

  • Memastikan partisipasi penuh, efektif dan berkeadilan bagi OMS (Organisasi Masyarakat Sipil), Masyarakat Adat, Komunitas Lokal termasuk kelompok perempuan, pemuda, penyandang disabilitas termasuk pemerintah daerah dalam proses-proses konsultasi perencanaan, pelaporan monitoring dan review dari IBSAP dan KM-GBF;

  • Membentuk multi-stakeholder platform atau wadah untuk mengakomodasi masukan dan rekomendasi dari OMS, Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal termasuk kelompok perempuan, pemuda dan penyandang disabilitas dalam perencanaan, pelaporan, monitoring dan review IBSAP dan KM-GBF berdasarkan dokumen SBI/4/4/Add.1;

  • Mendukung model pelaporan secara secara sukarela oleh non state actors pada annex II dari dokumen /SBI/4/4, item 3 CBD  Mechanisms for planning, monitoring, reporting and review, melalui ketersediaan modul maupun mekanisme partisipasi yang penuh dan bermakna dari Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal termasuk kelompok perempuan, pemuda dan penyandang disabilitas dalam proses pelaporan pemerintah untuk implementasi IBSAP dan KM-GBF.

 

2. Menjadikan platform Clearing House Mechanism on Biodiversity and Access and Benefit Sharing (CHM) sebagai bagian dari tools bersama dan strategi monitoring dan pengelolaan pengetahuan knowledge management sebagaimana diusulkan dalam dokumen CBD/SBI/4/7/Add.2 dan menjadi dukungan dalam implementasi Nagoya Protokol

 

3.  Memungkinkan platform Clearing House Mechanism on Biodiversity and Access and Benefit Sharing (CHM) untuk mengintegrasikan cerita sukses, studi kasus, dan database terkait pengetahuan tradisional traditional knowledge dan praktik pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati berbasis Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal yang diselama ini telah agregasi oleh OMS dan Masyarakat.

 

4.  Memberikan kesempatan bagi pemangku hak (Masyarakat Adat, Komunitas Lokal, kelompok perempuan dan pemuda)untuk mendapatkan akses dukungan pembiayaan dan peningkatan kapasitas mengenai implementasi IBSAP di Indonesia melalui mekanisme pembiayaan yang kolaboratif  yang akan dikembangkan kedepan seperti Global Biodiversity Framework Fund, Global Environment Facility dan/atau mekanisme lainnya.

 

Lebih lanjut kertas rekomendasi dapat dipelajari pada link : https://iccas.or.id/publikasi/read/565

 

Hasil daripada SBSTTA maupun SBI akan dibahas dan selanjutnya diputuskan dalam pertemuan CoP CBD ke -16 yang akan berlangsung pada bulan Oktober-November 2024, bertempat di Cali, Columbia. CoP-16 akan menjadi pertemuan krusial yang akan menjawab cara untuk mencapai target KM-GBF hinggal tahun 2030 mendatang.

 

#CindyJulianty