Melampaui Karbon: Tim Beyond Carbon Gunakan Data Multisensor untuk Aksi Iklim

 Admin    18-02-2025    00:00 WIB  

Blog Image

Melampaui Karbon: Tim Beyond Carbon Gunakan Data Multisensor untuk Aksi Iklim

Mekar Raya, 18 Februari 2025, Tim Beyond Carbon berkolaborasi dengan WGII dan Tropenbos Indonesia menggelar pameran video multiscreen di Desa Mekar Raya, Ketapang, Kalimantan Barat. Pameran ini menampilkan perspektif unik tentang bentang alam, kehidupan masyarakat, dan warisan budaya melalui eksperimen visual yang menggabungkan berbagai cara memahami lanskap yang sama.

Visual yang ditampilkan merupakan hasil riset selama lima hari, di mana tim Beyond Carbon merekam suara hutan, cerita rakyat, serta mitos tempat-tempat sakral. Tim Beyond Carbon juga belajar tentang leluhur dan roh-roh penjaga Mekar Raya, salah satunya Nabau, akan ditampilkan di pameran ini.

 

“Pameran ini mengeksplorasi bagaimana data satelit dan pengetahuan lokal dapat disandingkan. Kebijakan kita sering terlalu bergantung pada data satelit, sementara pengetahuan lokal belum cukup diperhitungkan. Bagaimana kita bisa mengubah ini?” ujar Dr. Madhuri Karak, pemimpin riset proyek Beyond Carbon.



Madhuri Karak, pemimpin riset proyek Beyond Carbon, dalam pembukaan pameran Multiscreen Beyond Carbon di Mekar Raya, Kalimantan Barat (dokumentasi Tropenbos Indonesia).


Melampaui Data Berbasis Karbon

Seiring meningkatnya suhu global, kebijakan iklim banyak bergantung pada infrastruktur data hutan yang hanya berfokus pada karbon. Beyond Carbon menantang pendekatan ini dengan mengkritisi dominasi data ilmiah atas pengetahuan yang diwariskan oleh Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal.


Citra satelit yang menggambarkan landskap dan tutupan vegetasi di Mekar Raya.


“Proyek kami terinspirasi dari hubungan masyarakat adat dengan hutan mereka. Kontribusi mereka yang telah berlangsung selama generasi seharusnya menjadi bagian dari solusi iklim yang adil dan inklusif,” lanjut Madhuri.

Projek Beyond Carbon: Using Multi-sensory Datasets for Climate Action mengembangkan prototipe visual yang menggabungkan informasi multisensory dari komunitas dengan data ilmiah tentang hutan hujan di Mekar Raya. Dengan format ekoakustik, lisan, dan teks, yang mengedepankan pengetahuan lanskap yang dimiliki oleh masyarakat, proyek ini mengupayakan sistem informasi yang lebih inklusif dan berbasis keadilan. 



Memahami Mekar Raya dari Perspektif Berbeda

Michelle Cheripka, anggota tim Beyond Carbon, menjelaskan bahwa pameran ini bertujuan untuk menyempurnakan hasil riset serta memperoleh masukan dari masyarakat. Salah satu contohnya adalah penyempurnaan ilustrasi Nabau—roh penjaga Mekar Raya yang berwujud ular. Selain itu, pameran ini juga menampilkan eksperimen kecil dalam bentuk prototipe visual multisensory, yang menghadirkan perspektif kontras terhadap Mekar Raya.


Nabau, mitologi roh penjaga Mekar Raya (Copyright Beyond Carbon)


“Sebagai Masyarakat, Anda akan melihat Mekar Raya dari belakang sepeda motor dan mendengar suara Ibu Manseh, Pak Martinus, Ibu Manis, dan Mas Herman. Sementara itu, Mekar Raya yang berbeda akan muncul ketika Anda masuk ke portal data milik perusahaan dan pemerintah. Sebagai “mata di langit” Anda hanya melihat piksel-piksel karbon yang terkonsentrasi atau barisan perkebunan kelapa sawit.” Kata Michelle

Meskipun satelit dan sensor dapat menunjukkan secara akurat data deforestasi, pertambangan, dan perkebunan yang mengancam hilangnya hutan dan keanekaragaman hayati, Madhuri menekankan bahwa satelit tidak dapat menggambarkan hubungan Masyarakat Adat dalam mengelola dan merawat hutan mereka. Salah satu contohnya adalah kisah tempat sakral yang disampaikan oleh Ibu Manseh, tetua adat:

“Dahulunya tempat ini adalah tempat biasa saja. Tetapi ceritanya berubah karena ada sepasang suami istri yang sudah tua dari Kenepe yang tidak punya keturunan. Suatu malam sang suami yang bernama Kelopak bermimpi diminta untuk mendatangi tempat ini dan mendirikan pondok di Lubuk Buntar dan Riam Bejangkar. Jika tawaran itu diterima, maka pasangan tua ini dijanjikan akan mendapatkan keturunan dengan cara meminta anak kepada banyu (air). Setelah mendapatkan pesan dari mimpi tersebut mereka berdua kemudian pindah kesini dan mendirikan pondok. Setelah satu tahun di sini, tiba-tiba sang istri mengidam. Pada akhirnya mereka benar-benar memiliki keturunan di masa tuanya. Anak tersebut diberi nama Linggang Banyu. Itulah kenapa tempat keramat ini dinamakan keramat Kelopak yang berada di Linggang Banyu, Lubuk Buntar, Riam Bejankar.”

 

Ketua adat Komunitas Dayak Simpakng di Mekar Raya, Pak Martinius menjelaskan bagaimana masyarakat menjaga dan merawat tempat ini, “Kalau di sungai ikannya tidak boleh diambil. Barang siapa yang mengambil ikan di (sungai) keramat, maka orang tersebut akan terkena sakit. Sakitnya secara perlahan-lahan, tetapi kalau kita meminta kesembuhan ke keramat maka akan sembuh,” katanya. 

 

Dampak Perubahan Lanskap terhadap Kehidupan Masyarakat

 

Multisensory data ini juga menghadirkan bagaimana kehidupan masyarakat berubah akibat konversi hutan menjadi lahan perkebunan sawit. Herman, pemuda adat Mekar Raya, membagikan pengalamannya, “saya sering ke hutan karena kebun saya berada di hutan, kemudian berburu, mencari rotan, mencari kayu… Dahulu di sekitar kampung ini masih banyak hutan, tetapi sekarang pohon-pohon besarnya sudah tidak ada lagi berganti dengan tanaman sawit…Sekarang sudah terbalik, lebih banyak sawit daripada pepohonan.” Kata Herman.

 

Cindy Julianty, Program Manager WGII dan bagian dari Tim Beyond Carbon, menegaskan bahwa praktik konservasi masyarakat seperti yang dilakukan di Mekar Raya perlu diakui dan menjadi pertimbangan dalam kebijakan dan aksi iklim.

 

“dataset satelit tidak dapat melihat bagaimana masyarakat merawat hutan mereka. Peran masyarakat adat sering diabaikan, padahal mereka telah menjaga hutan selama generasi, namun Mereka masih belum diakui oleh hukum nasional. Aksi iklim harus melampaui hitung-hitungan karbon dengan menempatkan mereka sebagai bagian dari solusi,” tegasnya.



Melihat tinggi kanopi dari langit: titik-titik kuning pekat menunjukkan pohon-pohon tertinggi di hutan di sekitar Mekar Raya.
Referensi: Tolan et al. (2023). "Sub-meter resolution canopy height maps using self-supervised learning and a vision transformer trained on Aerial and GEDI Lidar." Tersedia ini.

 

Menuju COP 30 UNFCCC di Brasil

Temuan dari riset ini akan dibawa ke COP30 di Belém, Brasil, untuk mendorong pengakuan hak tanah masyarakat adat, melampaui sekadar penghitungan karbon. Sebelum pameran ini diperkenalkan lebih luas, tim Beyond Carbon kembali ke Mekar Raya untuk mendapatkan masukan langsung dari masyarakat setempat.

 “Kami kembali ke Mekar Raya untuk berbagi hasil kerja kami dan menerima masukan dari masyarakat sebelum kami melakukan perjalanan ke konferensi iklim di Brasil akhir tahun ini,” kata Madhuri.



Tim Beyond Carbon (Dokumentasi tropenbos Indonesia)

 ***

Narahubung

Dr. Madhuri Karak, pemimpin riset proyek Beyond Carbon.

Email: [email protected]

HP: +1 689 388 2160

 

Michelle Cheripka, Tim Seni dan Kreatif Beyond Carbon

Email: [email protected]

 

Cindy Julianty, Program Manager WGII dan Tim Advokasi Beyond Carbon

Email: [email protected]

HP: 081281773955

 

***


Tentang Beyond Carbon

Beyond Carbon: Using Multi-sensory Datasets for Climate Action, menentang infrastruktur data hutan yang berpusat pada karbon dengan eksperimen dalam format ekoakustik, lisan, dan teks yang mengedepankan pengetahuan lanskap yang dimiliki oleh masyarakat terhadap arsitektur data penginderaan jarak jauh yang dominan. Didirikan pada Desember 2023, Beyond Carbon merupakan inisiatif translokal yang didukung oleh Catalyst Fund (Green Screen Coalition) dan SEEKCommons (Socio-Environmental Knowledge) Network, National Science Foundation. Anggota lain dari inisiatif ini adalah Cindy Julianty (WGII) dan Michelle Cheripka.

Sebagai bagian dari proyek ini, Beyond Carbon mengembangkan sebuah prototipe visual yang menyatukan informasi multi-indera yang dimiliki oleh masyarakat dengan kumpulan data ilmiah mengenai hutan hujan di Mekar Raya. Prototipe ini mencakup Catatan Lapangan dalam bahasa Indonesia dan Inggris.