Working Group ICCAs Indonesia (WGII)
Merupakan kelompok kerja yang terbentuk pasca terselenggaranya Simposium ICCAs di Bogor pada tanggal 13-14 Oktober 2011. ICCAs Indonesia beranggotakan beberapa 10 NGO Nasional di Indonesia diantaranya adalah JKPP, WWF Indonesia, KIARA, NTFP- EP Indonesia, WALHI, AMAN, Sawit Watch, Pusaka, Huma dan BRWA. Kelompok kerja WGII bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan pemahaman daripada praktik pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan oleh masyarakat adat dan komunitas lokal (ICCAs - Indigenous and Community Conserved Areas) yang berbasis pada kearifan lokal atau kebiasaan lokal yang dilakukan oleh mereka. WGII tergabung menjadi anggota ICCA Consortium sejak tahun 2015, dan sampai saat ini aktif dalam memperkuat gerakan ICCA baik level global dan nasional dalam rangka pengakuan hak-hak masyarakat adat dan komunitas atas wilayah, tanah dan ICCAs mereka.
Pengertian ICCA dan Maknanya di Indonesia
Istilah "ICCA" mengacu pada sebuah fenomena yang mencakup beragam manifestasi dan nama yang berbeda, tergantung pada budaya dan lokasi setempat. Di Indonesia, dengan kekayaan budaya yang luar biasa, terdapat berbagai bentuk tata kelola lokal yang dijalankan berdasarkan pengetahuan tradisional dan/atau aturan adat. Meskipun tujuan utama dari praktik ini bukan secara khusus untuk melindungi spesies atau ekosistem tertentu, kontribusi mereka terhadap pelestarian alam, keanekaragaman hayati, dan ketahanan iklim sangat besar. Beberapa contoh praktik tersebut antara lain sasi, tana ulen, ngam, yot, lubuk larangan, wana, pangale, hutan keramat, area perlindungan mata air, dan kuburan tua.
Singkatan ICCA berfungsi untuk memudahkan komunikasi, tetapi tidak boleh mengaburkan keragaman istilah tersebut, yang merupakan nilai penting dalam setiap komunitas. Nama-nama lokal dan adat harus selalu diutamakan, sementara istilah 'ICCA' digunakan hanya dalam konteks komunikasi umum atau antar budaya.
Namun, bagi banyak komunitas yang menjaga wilayah-wilayah tersebut, hubungan dengan tanah mereka jauh lebih dalam daripada sekadar kata atau label. Ini adalah ikatan dengan mata pencaharian, energi, pangan dan kesehatan. Tanah, laut, sungai, dan hutan menjadi sumber identitas, budaya, otonomi, dan kebebasan. Sehingga ICCAs sering disebut ruang kehidupan.
Lebih dari sekadar ruang fisik, bagi banyak orang, tanah juga merupakan jembatan antara dunia yang tampak dan yang tidak tampak, antara kekayaan material dan spiritual. Dengan wilayah dan alam, komunitas tidak hanya menemukan kehidupan, tetapi juga martabat dan hak untuk menentukan nasib sendiri dan merencanakan masa depan yang lebih baik.
Working Group ICCAs Indonesia di koordinir oleh seorang Host/ Koordinator, dan pekerjaan manajerial kelompok kerja diorganisir oleh sebuah sekretariat
Host : Badan Registrasi Wilayah Adat
Koordinator : Kasmita Widodo
Members :